Senin, 27 April 2009

Kecerdasan Masyarakat Minang Kabau

Merupakan sebuah keniscayaan yang tak dapat disangkal, bila lahirnya kebiasaan dari individu dan masyarakat (custome) dapat membentuk tatanan kelakuan (behaviour) kemudian menjadi budaya (culture). Meleburnya tiga hal tersebut (custome, behaviour, culture) melahirkan satu tatanan yang disebut dengan konvensi/kesepakatan (convention). Di sisi lain ada pula makna suka atau arbitrer yang juga merupakan kesepakatan namun kesepekatan ini tak tertulis dan lebih spesifik.

Dalam disiplin ilmu semiotik (ilmu tentang tanda), hal-hal tersebut dijadikan ‘kacamata’ untuk menilik berbagai fenomena budaya di sekitar kita. Lain padang lain ilalang, demikian kiranya ungkapan yang pantas untuk menyatakan berbagai kesepakatan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat suku Jawa sepakat mengatakan bahwa bendera kuning adalah simbol dari kedukacitaan (ada warga yang meninggal dunia). Untuk menyatakan hal yang sama, suku Rejang (di Bengkulu) menggunakan bendera hijau tua dan di Minangkabau adalah bendera hitam.

Hubungan yang terlihat tersebut merupakan landasan pemahaman yang dijelaskan oleh Saussure (Bapak Linguistik Modern) sebagai penanda (signifiant) dan petanda (siginfie). Signifiant adalah aspek bunyi, kata tulisan, gambar bentuk atau aspek material dari bahasa (konkret), sedangkan signifie adalah konsep, gambaran mental, pikiran dan realitas (abstrak). Pertautan konsep tersebut juga menegaskan pembeda antara tanda (sign), simbol (symbol), kode (code) dan ikon (icon).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar